Dinamika Bisnis di Tengah Pandemi
- Kania Amelia
- May 21, 2020
- 2 min read
Updated: Jun 14, 2020

SURABAYA, KELANA - Wabah virus korona di Indonesia serta ketidaksiapan untuk menghadapi pandemi ini berdampak pada seluruh sektor, termasuk ekonomi bisnis. WHO sendiri telah menetapkan COVID-19 sebagai pandemi sejak 11 Maret 2020 lalu.
Sedangkan, situs resmi Dana Moneter Internasional (IMF) berjudul World Economic Outlook, April 2020: The Great Lockdown memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun ini di Indonesia menurun dari tahun sebelumnya.

Dibanding dari tahun 2019, pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang tumbuh 5%, tahun ini diproyeksi tumbuh 0,5%, meskipun tidak mengalami penurunan se-drastis pada tahun 1998 yang saat itu minus 13,1%.
Pengaruh COVID-19 juga menyentuh sektor tenaga kerja. Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah dalam konferensi pers online memaparkan terdapat total 1.772.958 pekerja terdata yang sudah divalidasi.
“Pekerja formal yang di-PHK 375.165, pekerja formal yang dirumahkan 1.032.960 orang, pekerja informal yang terdampak ada 314.833 orang. Jadi, total 1.772.958 orang yang terdata secara baik. Ada 1,2 juta yang akan terus kami validasi datanya,” rincinya, Jumat (1/5).
Selain perihal tenaga kerja, kegiatan UMKM juga merasakan dampak dari merebaknya wabah virus ini. Mengutip dari CNBC Indonesia, menurut Teten Masduki yang kini menjabat sebagai Menteri Koperasi dan UMKM menjelaskan bahwa UMKM merupakan salah satu usaha bisnis yang merasakan dampak merebaknya wabah virus corona karena sistem kerja UMKM dan kebijakan PSBB.
Menurutnya, karena kegiatan UMKM aktif setiap hari, cenderung memerlukan interaksi fisik, hingga berlakunya kebijakan PSBB, membuat kegiatan usaha terganggu dan memengaruhi jumlah permintaan yang menurun. Akibatnya, terdapat UMKM yang terhenti di samping yang dapat bertahan melalui online.
Mempertahankan Bisnis di tengah COVID-19
Terdapat beberapa cara agar bisnis dapat bertahan saat ini, salah satunya mengalihkan sistem penjualan yang sebelumnya offline menjadi online. Pada dasarnya, sistem ini sudah dilakukan sejak lama. Penjualan melalui online dinilai dapat mempermudah dan mengurangi risiko penyebaran virus.
Menurut Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kota Surabaya Widodo Suryantoro untuk bertahan di kondisi saat ini, UMKM dianggap dapat beradaptasi dengan memilih untuk melanjutkan bisnis melalui online dan pendekatan perorangan. Ia menambahkan bahwa sistem ini dapat menghemat biaya. Namun, sisi negatifnya tidak dapat melihat barang secara langsung.
Ia menambahkan, selain UMKM, saat ini seluruh sentra wisata kuliner (SWK) hingga pasar di Kota Surabaya telah dialihkan menjadi sistem online.
Tercatat melalui Sensus tahun 2016, terdapat sekitar 385.054 UMKM yang beroperasi di Kota Surabaya.
Selain itu, baik kegiatan bisnis yang masih beroperasi secara offline ataupun yang beralih menjadi online, membutuhkan inovasi agar dapat bertahan dalam persaingan usaha. Contoh cara ini dapat kita lihat bentuk realisasinya, seperti inovasi produk kopi yang awalnya menggunakan kemasan gelas kini menjadi botol per literan, inovasi kemasan makanan agar lebih mudah untuk take away, dan lain-lain.
Cara selain inovasi yang dapat dilakukan adalah menjual produk yang memiliki angka permintaan tinggi. Melalui situs resminya, Tokopedia mengunggah tiga jenis produk yang paling banyak dibeli, yaitu produk kesehatan, rumah tangga, minuman dan makanan. Selanjutnya, terdapat peningkatan dua kali lipat penjual baru dalam kategori perawatan kesehatan dan pribadi.

Selain itu, cara agar bisnis dapat bertahan di kondisi saat ini adalah mengembangkan kemampuan dengan mengikuti seminar, membaca buku, diskusi, hingga mengobservasi pasar melalui online. Terbukti sejak Maret, terdapat banyak seminar online yang digelar untuk mengenali dan mengembangkan kemampuan diri dan bisnis yang dibutuhkan serta menyediakan buku dalam bentuk digital. (AS/R/CR)
Comments